Bekasi, Seronokbatam.online - Tidak mudah mencari pekerjaan di saat kondisi transisi ini. Mau kemana para mahasiswa lulus kuliah? Perusahaan merasionalisasi para pekerjanya.
Banyaknya PHK akibat Covid-19 berdampak pada perekonomian baik secara lokal, nasional dan global? Krisis global pun sedang ‘dirancang’ akan terjadi di tahun 2023. Mahasiswa bersiap-siaplah menjadi pengangguran.
Covid-19 walaupun sudah mereda, tetapi belum berakhir penyebarannya. Sampai saat ini masih ada varian baru. Berdasarkan data yang dirilis oleh covid19.go.id., Sub Varian XXB sudah teridentifikasi 12 kasus dari sub varian XXB pada 28 Oktober 2022.
Varian tersebut merupakan Sub Varian Omicron yang merupakan gabungan dari BA.2.10.1 dan BA.275, varian ini memuncak pada 22 Februari 2022.
Pada 10 November 2022 Sub Varian XXB sudah tersebar di 37 Negara di dunia. Singapura, India, Australia menjadi negara yang tertinggi. Akankah kondisi ini melahirkan para pengangguran baru?
Kemiskinan tidak terentaskan selalu meningkat setiap tahunnya dan banyak lulusan sekolah--kuliah yang tidak tertampung di dunia kerja, sehingga lulus menyandang status pengangguran.
Bursa kerja memang selalu di buka, namun tidak sepadan dengan ledakan penduduk yang membutuhkan pekerjaan. Indonesia tiada henti dengan kemisikinan dan pengangangguran yang tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan angka pengangguran Indonesia 8,42 juta orang pada periode Agustus 2022, naik dari sebelumnya 8,40 juta orang (Februari 2022).
BPS mencatat penduduk usia kerja kini berjumlah 209,4 juta orang, naik 2,71 juta orang. Sementara Pemerintahan berkuasa saat ini telah menerbitkan dan membagikan Kartu Prakerja.
Program Kartu Prakerja adalah program pengembangan kompetensi kerja yang ditujukan untuk pencari kerja, pekerja/buruh yang terkena pemutusan hubungan kerja, dan/atau pekerja/buruh yang membutuhkan peningkatan kompetensi.
Total bantuan Rp. 4,2 juta per peserta terdiri dari biaya pelatihan sebesar Rp. 3,5 juta, insentif pasca pelatihan Rp. 600 ribu yang akan diberikan sebanyak 1 kali, serta insentif survei sebesar Rp. 100 ribu untuk dua kali pengisian survei.
Efektifkah dengan pemberian kartu tersebut? Atau malah menimbulkan ‘pengangguran profesional’ karena salah sasaran dalam pemberiannya.
Berdasarkan data BPS jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 1441,01 juta (Februari 2022). Jumlah tersebut mencapai 69,06% dari total penduduk usia kerja yang berjumlah 208,54 juta jiwa.
Sedangkan berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Penduduk Usia Kerja (PUK) pada periode ini sebanyak 208,54, 69,06% merupakan angkatan kerja dan 30,94 bukan angkatan kerja. Angkatan kerja menurut pendidikan paling banyak yaitu tingkat SD sebesar 38,00%.
Mayoritas penduduk kerja penuh minimal 35 jam per minggu yaitu sebanyak 88,42 juta atau 65,20%. Penduduk bekerja paling banyak disektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yaitu 40,64 juta atau 29,96%. Tingkat pengangguran terbuka secara nasional yaitu 5,84%.
Pasca Covid-19, Menganggur atau Buka Entrepreneur?
Covid-19 terjadi pada Tahun 2019 dan menyebar di Indonesia Tahun 2020.
Akibat adanya Covid-19 ini, mengharuskan seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan segala aktivitas dari rumah.
Untuk menanggulangi Covid-19, dalam penanganannya Pemerintah melakukan tindakan dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), lock down, dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan Protokol Kesehatan (Prokes) serta kebijakan lainnya.
Berdasarkan data yang dirilis oleh ekon.go.id., penurunan kasus Covid-19 setelah PPKM, dapat dilihat dari indikator penyebaran Covid-19 berada di bawah.
Per tanggal 30 September 2021 Indonesia mencapai 0,63, jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Negara Singapura mencapai1,54, Inggris mencapai 1,05, Filipina mencapai1,01.
Selain itu, kasus konfirmasi harian per 1 juta penduduk di Indonesia sangat rendah yaitu 6,52, jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan Negara Inggris 505,3 kasus, Malaysia 376,3 kasus, dan Singapura 361,4 kasus.
Manusia dan perubahan zaman, revolusi sedang terjadi di belahan dunia ini. Dikutip dari beberapa sumber internet, menjelaskan bahwa Era Industri 4.0 menekankan pada bagaimana pekerjaan dilakukan secara otomatis sedikit atau tanpa adanya peran manusia dalam proses produksi,
Sedangkan Era Society 5.0 dimana lebih menekankan pada bagaimana mengoptimalkan tanggung jawab jam kerja untuk menyelesaikan pekerjaan.
Revolusi industri 4.0 atau juga yang biasa dikenal dengan istilah “cyber physical system” ini sendiri merupakan sebuah fenomena dimana terjadinya kolaborasi antara teknologi siber dengan teknologi otomatisasi. Dengan adanya revolusi ini sendiri membawa banyaknya perubahan di berbagai sektor.
Era Society 5.0 sendiri diresmikan pada 21 Januari 2019 oleh Pemerintah Jepang yang mendefinisikan “A human-centered society that balances economic advancement with the resolution of social problems by a system that highly integrates cyberspace and physical space” (Masyarakat yang berpusat pada manusia yang menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan penyelesaian masalah sosial dengan sistem yang sangat mengintegrasikan dunia maya dan ruang fisik).
Kemudian saat ini kita telah memasuki era society 5.0 yang dimaknai dengan tingginya persaingan diberbagai sektor yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat karena pada masa ini masyarakat dituntut untuk hidup berdampingan dengan teknologi, menguasai dan memanfaatkan teknologi.
Meskipun demikian, dalam kondisi ini tidak membuat kita down, justru kita memanfaatkan kondisi ini dengan adanya digital 4.0.
Merujuk hasil kegiatan Diskusi dan Kajian Gerakan Aksi Mahasiswa Tumbuhkan Literasi Perpustakaan IBM Bekasi (Jumat, 2/12/2022), Puti Khairani Rijadi, Kaprodi Ekonomi Islam IBM Bekasi sebagai pemateri, menjelaskan bahwa fintech adalah salah satu digital 4.0 yang terjadi saat ini.
Contoh dari fintech tersebut yaitu ketika kebijakan diberlakukannya social distancing, membuat masyarakat beribadah, belajar, dan bekerja dari rumah sehingga terjadi kenaikan penggunaan digital dan layanan keuangan digital.
Peningkatan layanan digital ditunjukan dengan meningkatnya penjualan pada platform belanja online sebesar 30% dan fintech pembayaran maupun pinjaman sebesar 100% sampai dengan Mei 2020.
Perubahan kebiasaaan akibat kejadian ini, tentunya memerlukan tata ulang berbagai hal yang telah direncanakan maupun yang sedang dilaksanakan.
Berdasarkan uraian diatas, dengan demikian diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas SDM Ekonomi Syariah berbasis digital 4.0 yang disesuaikan dengan pandemi Covid-19.
Era Digitalisasi Solusi Kikis Pengangguran?
Dengan perkembangan digital saat ini, pertanyaannya apakah siap jika mahasiswa beralih menggunakan sistem digital saat ini? Menurut pendapat Penulis, sebagai seorang mahasiswa jika digital 4.0 ini terus berkembang, akan ikut berkontribusi dengan memanfaatkannya sebaik mungkin. Tidak semua digital itu negatif, sebagai mahasiswa harus bisa memanfaatkan peluang tersebut dengan berwirausaha.
Berwirausaha dari rumah menyiapkan platform semenarik mungkin, dan juga memanfaatkan aplikasi-aplikasi yang telah diatur dengan digital 4.0 maupun society 5.0.
Sebagai seorang mahasiswa yang disibukkan dengan tugas kuliah, dan juga bekerja serta kegiatan-kegiatan kampus tentu ada kendala dalam berwirausaha.
Menurut Djihadul Mubarak, Dosen IBM Bekasi dalam kegiatan Diskusi dan Kajian Gerakan Aksi Mahasiswa Tumbuhkan Literasi Perpustakaan IBM Bekasi, Jumat 2/12/2022), mengamati bahwa mahasiswa ini tidak lepas sebagai pelajar, aktivis, dan berbisnis.
Namun, jika ketiganya dilakukan secara berbarengan, Pertama sebagai seorang mahasiswa (pelajar) harus bisa menempatkan tujuan dari wirausaha itu sendiri, apakah hanya untuk kerja sampingan atau memang sebagai penghasilan utama.
Kedua, akan mengakibatkan tingkat keberhasilan usaha itu kecil di karenakan bisnis itu harus dikelola 24 jam, sehingga sebagai seorang aktivis akan sulit dalam mengatur waktu.
Ketiga, harus bisa membagi waktu antara happy fun, kuliah, dan juga berbisnis.
Keempat, harus bisa membagi waktu antara organisasi dan berbisnis.
Kelima, dalam memilih produk, kita harus memilih produk apa yang akan diperjualbelikan di lingkungan masyarakat dan siapa yang akan menjadi target pasar kita.
Ada beberapa poin yang harus dilakukan agar sukses dalam berbisnis diantaranya, buatlah bisnis dengan tujuan, jangan mudah mencoba melakukan semuanya sendiri, buat prioritas jadwal, berkomunikasi secara efisien, kembangkan pandangan positif, sabar dan tidak terburu-buru.
Agar tidak menjadi pengangguran setelah lulus kuliah, sebaiknya bentuk atau jenis wirausaha telah dirintis, dijalankan, dan dikembangkan saat di bangku kuliah.
Ini akan menghindari kecenderungan bingung mencari pekerjaan atau membuat usaha. Harus mulai dipikirkan bagi mahasiswa jangan menjadi beban orangtua atau negara di kemudian hari dengan status pengangguran.
Karakter bagi seorang pebisnis itu penting, sebagai seorang pebisnis/wirausahawan harus memiliki karakter diantaranya, inovatif, percaya diri, inklusif, berani ambil resiko, perencanaan, dan pantang menyerah.
Digital 4.0 dan 5.0, Mahasiswa dan Entrepreneur tentu sangat berkaitan erat, karena di era perkembangan saat ini digital 4.0 semakin berkembang dan memberikan peluang kepada mahasiwa untuk berwirausaha atau mengembangkan bisnisnya dengan memanfaatkan digital 4.0 maupun 5.0. (Red)
Sumber : Ani Fitriyani
(Mahasiswi Semester 7 Prodi Ekonomi Islam Institut Bisnis Muhammadiyah Bekasi, Jawa Barat)